Eka Tjipta Widjaja |
Jika diamati, kebanyakan para konglomerat Indonesia berasal dari keluarga yang sangat miskin dan juga tak mengenyam pendidikan tinggi. Selain itu mereka juga harus bekerja ekstra keras hampir seumur hidup mereka untuk membangun imperium bisnisnya. Tak heran jika mereka bisa menikmati suksesnya ketika mereka sudah berumur.
Namun begitu, karena dengan sekuat tenaga dan sepenuh hati serta mengerahkan semua anggota keluarganya maka bisnis yang dibangunnya memiliki fondasi yang kuat. Hingga bisa diturunkan ke anak turunan sampai tujuh turunannya. Tak heran jika sang kakek buyutnya berjualan minyak maka cucunya bakalan menjadi pengusaha pengeboran minyak. Itulah yang terjadi pada kebanyakan konglomerat Indonesia.
Biografi Eka Tjipta Widjaja
Salah satu dari sekian banyak konglomerat Indonesia itu adalah Eka Tjipta Widjaja atau Oei Ek Tjhong. Ia dilahirkan di China pada tanggal 3 Oktober 1923. Ia adalah seorang anak dari keluarga miskin. Ketika itu di China sedang ada perang yang membuat kehidupan di sana begitu sulit. Banyak dari kaum lelakinya yang kemudian merantau ke Malaya yaitu Malaysia dan Indonesia untuk memperbaiki nasib. Tak terkecuali ayah Eka Tjipta Widjaja yang saat itu masih menggunakan nama China Oei Ek Tjhong.
Ayah Oei Ek Tjhong merantau ke Massar dan membuka toko kecil-kecilan. Namun Oei Ek Tjhong dan ibunya masih menetap di China. Hingga Oei Ek Tjhong berumur 9 tahun, oleh ibunya diajak menyusul sang ayah ke Makassar.
"Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di bawah kelas dek. Hendak makan masakan enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dollar". Kenangnya.
Suka Duka Berjualan Sejak Kecil
Sesampainya di Makassar, Eka kecil langsung bekerja di toko ayahnya guna mendapat 150 dollar untuk melunasi hutangnya di rentenir. Setelah dua tahun, utangnya terlunasi. Toko sang ayahpun maju pesat. Eka yang sejak kecil belum merasakan sekolah akhirnya meminta ke rang tuanya untuk disekolahkan. Suatu prestasi yang membanggakan bagi Eka yang seorang anak miskin bisa bersekolah walau hanya tamat SD.
Setamat SD, Eka tak melanjutkan sekolah karena tak punya uang. Ia kemudian berjualan keliling Makassar dengan sepeda angin menjajakan permen, biskuit, serta barang dagangan toko ayahnya. Karena ketekunannya, Eka bisa mengumpulkan laba hingga 20 rupiah ketika usianya 15 tahun. Saat itu uang segitu sudah sangat banyak mengingat harga beras per kg nya 3-4 sen.
Jangan dibayangkan kondisi kota Makassar saat itu seramai sekarang. Jalannya pun masih terjal dan penuh hutan belantara di sekitarnya. Sehingga Eka harus mengayuh sepedanya sekuat tenaga.
Untuk mengangkut dagangan yang lebih banyak, Eka akhirnya membeli becak. Usahanya pun semakin berkembang. Namun ketika usahanya dipuncak keberhasilan, Jepang datang menyerbu Indonesia termasuk Makassar. Hal ini membuat usaha yang dirintis Eka susah payah langsung hancur total seketika itu.
Eka pun menganggur. Tak ada barang dagangan yang bisa dijual. Keuntungan sebesar 2000 rupiah yang susah payah ia kumpulkan habis untuk membiayai kebutuhan hidup. Ditengah berkecamuknya perang dan kehidupan yang serba susah, Eka mengayuh sepeda anginnya keliling kota Makassar guna mencari peluang usaha.
Sampailah ia di Paotere (daerah di pinggir kota Makassar). Disana Eka menyaksikan beratus tentara Jepang sedang mengawasi tawanan dari pasukan Belanda. Yang menjadi perhatian Eka sebenarnya adalah tumpukan terigu, semen, beras dan gula yang tergeletak namun masih dalam keadaan baik. Eka pun memutar otak mencari cara agar bisa mengambil tumpukan sembako itu.
Eka mendapat akal, ia harus membuat tenda di sana dan menjual makanan dan minuman di sana. Keesokan harinya pukul empat subuh, Eka sudah berada di sana dengan menggelar dagangan yaitu kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang sudah dibersihkan dan diisi air, oven kecil berbahan bakar arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok, enam ekor ayam yang sudah disembelih dan dibikin ayam putih gosok garam, satu botol wiskey, brandy, serta anggur. Kesemuanya itu ia pinjam dari ibu, ayah dan teman-temannya.
Jam tujuh pagi tepat para tentara Jepang dan tawanan tentara Belanda datang dan bekerja di sana akan tetapi tampaknya bidikan Eka meleset. Tak ada satupun dari mereka yang mengunjungi gerainya. Eka pun tak habis akal. Ia mendekati petinggi tentara Jepang dan mentraktirnya untuk makan dan minum di tendanya. Al hasil semua anak buahnya pun ikut ke tenda Eka, Eka pun menggratiskan semuanya namun dengan syarat ia diperbolehkan mengangkut semua sembako yang tergeletak tak digunakan di sana. Tentara Jepang itu menyetujuinya.
Segera Eka mengerahkan anak kampungnya untuk mengangkut semuanya itu dengan imbalan 5-10 sen per anak. Semua barang itu diangkut dengan becak hingga memenuhi seluruh halaman rumahnya dan separuh halaman tetangganya.
Salah Satu Gedung Perkantoran Milik Sinar Mas |
Segera Eka bekerja keras memilah barang tersebut. Yang bagus langsung dijual dengan harga lebih tinggi dan yang kurang bagus diolah lagi agar bisa dijual. Ketika itu zaman perang maka barang-barang tersebut bisa bernilai sangat tinggi. Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.
Suatu hari Eka kedatangan orang yang bersedia membeli semennya untuk membangun kuburan orang kaya. Eka pun berfikir ngapain semennya dijual ke dia mending dia sendiri yng mengajukan diri untuk membangun kuburan tersebut. Eka pun menawarkan diri untuk membangun kuburan orang kaya itu dan berhasil mendapatkan proyek itu.
Eka lalu membayar tukang Rp 15 per hari. Ia menawarkan harga Rp 3500 hingga Rp 6000 per kuburan. Setelah stok semen dan bahan bangunan lainnya habis, Eka berhenti menjadi kontraktor kuburan orang kaya.
Selepas menjadi kontraktor, Eka kemudian berdagang kopra. Untuk mendapat kopra yang murah, Eka sampai pergi ke Selayar yaitu ujung selatan SulSel. Ia pun mendapat keuntungan yang berkali-kali lipat. Namun tak seberapa lama, Jepang mengadakan peraturan bahwa perdagangan kopra dimonopoli oleh Mitsubishi dengan harga yang jauh lebih kecil dari harga Eka. Ia pun hampir bangkrut lag gara-gara peraturan itu. Eka kemudian menghentikan bisnis kopranya.
Eka mencari peluang lain yaitu berjualan gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.
Tak ada kata putus asa dalam hidup Eka, gagal di bisnis ini, coba lagi dengan bisnis lainnya. Begitu seterusnya. Eka kemudian mmebuka usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Itupun masih jatuh bangun tak karuan. Akhirnya usaha yang terakhir ini menunjukkan perkembangan yang lumayan. Namun ditahun 1950 kembali lagi Eka dilanda kebangkrutan karena ada Permesta. Barang dagangannya dijarah habis-habisan oleh oknum Permesta.
Membangun Imperium Bisnis
Imperium Bisnis Eka Tjipta Widjaja |
Eka kemudian pindah dari Makassar ke Riau. Di sana ia mmebeli perkebunan kelapa sawit yang sangat luas yaitu 10 ribu hektar. Ia juga membeli mesin penghasil kelapa sawit yang sangat canggih serta membangun pabrik yaitu bisa menampung 60 ribu ton kelapa sawit.Bisnis kelapa sawit ini sangat hoki karena begitu pesat perkembangannya. Eka kemudian membeli lagi perkebunan teh sekaligus pabriknya yang luasnya mencapai 1000 hektar dimana pabriknya bis ammeproduksi hingga 20 ribu ton teh.
Eka Tjipta Widjaja kemudian merambah usaha perbankan. Eka membeli Bank Internasional Indonesia yang memiliki aset 13 miliar rupiah. Di bawah tangan kratif Eka, BII tumbuh menjadi bank yang beraset 9,2 triliun dengan 40 cabang yang dulunya hanya 2 cabang.
Kemujurannya dibidang perkebunan dan perbankan membuat Eka semakin sibuk dan semakin kaya. Ia kemudian merambah bisnis kertas dengan membeli PT Indah Kiat dimana kapasitas produksinya mencapai 700 ribu pul per tahun dan 650 ribu kertas per tahun. Eka juga menjadi pengembang dengan membangun ITC Mangga Dua dan Green View Appartement yang terletak di Roxy. Selain itu ia juga membangun Ambassador di Kuningan.
Semakin tahun aset kekayaann Eka semakin meningkat pesat. Berkat keuletan dann kegigihannya ia kini memiliki total kekayaan mencapai 8,7 miliar dollar Amerika dan hal itu menjadikannya sebagai orang terkaya ke tiga di Indonesia pada Desember 2012 menurut Majalah Globe Asia. Seluruh Konglomerasi Bisnis nya ini berada dalam satu naungan yaitu Sinar Mas Group.
Dalam pencapaian nya ini, tak lepas akan peran keluarga. Seluruh keluarga besar Eka sangat mendukungnya dalam berbisnis. Istri Eka yaitu Melfie Pirieh Widjaja telah melahirkan 7 anak yang sangat berbakti yaitu Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja.
Kini tak ada lagi si Eka yang miskin, kemana-mana mengonthel sepeda. Yang ada adalah seorang Eka Tjipta Widjaja Pendiri sekaligus Pemimpin Sinar Mas Group, sebuah konglomerasi bisnis yang sangat berjaya di Indonesia dan dunia. Namun begitu Eka tetap memegang teguh etos kerja kerasnya.
Bener-Bener Inspiratif kan Biografi Diatas, Yuk Baca Biografi Yang Tak Kalah Bagus Berikut Ini :