Gus Dur |
Gus Dur dilahirkan di Denanyar, Jombang-Jawa Timur pada tanggal 4 Sya’ban tepatnya 7 September 1940. Gus Dur terlahir dengan nama Abdurrahman Addakhil, yang berarti Sang Penakluk. Namun kemudian nama beliau diganti menjadi Abdurrahman Wahid. Sedangkan nama panggilannya adalah Gus Dur. Gus artinya mas atau abang.
Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Beliau terlahir dari kalangan kyai. Kakek dari ayahnya adalah KH Hasyim Asyari seorang ulama terkemuka dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Kakek dari ibunya adalah KH Bisri Syansuri.
Ayah Gus Dur adalah KH Wahid Hasyim adalah menteri agama pada tahun 1949 sedangkan ibunya bernama Hj. Sholehah. Gus Dur sendiri masih berdarah Tionghoa, beliau adalah keturunan Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.
Saudara Gus Dur yang lain bernama Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak perempuan yang bernama Alisa, Yenny, Anita dan Inayah.
Gus Dur dibesarkan di lingkungan pesantren yang sarat akan nilai-nilai agama Islam, beliau sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al Ahzar Mesir dan Universitas Baghdad di Irak.
Gus Dur sangat aktif dalam berorganisasi. Sejak masih kuliah ia sudah terlibat denagn organisasi seperti Asosiasi Pelajar Indonesia dan aktif menulis di majalah yang diterbitkan asosiasi tersebut.
Gus Dur dan NU
Awal keterlibatan Gus Dur denagn organisasi k memasukkan kurikulum dari pemeNU adalah ketika beliau pulang ke tanah air dan mendapati kondisi pesantren yang begitu memprihatinkan. Saat itu pemerintah tidak mau ikut serta membangun prasarana pesantren karena kurikulum pesantren tidak memasukkan kurikulum dari pemerintah.
Dari situlah Gus Dur terpanggil untuk aktif berperan serta membangun pesantren. Beliau masih tetap aktif menulis di surat kabar. Tulisan beliau diterima oleh kalangan luas. Dari situlah beliau akhirnya sering diundang ceramah dan mengisi kuliah tamu. Nama beliau semakin dikenal sebagai komentator sosial.
Gus Dur kemudian ditunjuk menjadi Dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Selain itu mengingat latar belakangnya, beliau juga didaulat menjadi Dewan Penasehat Agama NU.
Tahun 1982, beliau aktif berkampanye untuk PPP, partai berbasis Islam gabungan dari empat partai Islam lainnya termasuk NU. Gus Dur yang saat itu dinilai terlalu vokal, sempat di tangkap aparat, namun ia selalu bisa bebas karena kedekatannya dengan Benny Mordani.
Saat mengetahui bahwa NU dalah organisasi yang termasuk stagnan, Gus Dur tidak hanya diam , beliau terlibat aktif untuk menghidupkan NU. Slah satunya dengan mendiskusikan sebab kestagnanan NU. Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa pemimpin NU saat itu yaitu Idham Chalid harus mengundurkan diri. Akhirnya Idham Chalid bersedia mundur.
Setelah itu NU memilih ketuanya dan Gus Dur terpilih sebagai ketua NU yang baru.
Ikut Serta Dalam Reformasi Indonesia
Pada tahun 1998 terjadilah demonstrasi besar-besaran yang menuntut Presiden Soeharto mundur. Hal itu dipicu oleh krisis finansial yang melanda Asia saat itu.
Gus Dur bersama Amien Rais dan Megawati Soekarnoputri emnjadi tokoh yang paling disorot saat itu karena ikut menyetujui dan mendukung jalannya reformasi sehingga ketiga tokoh itu dijuluki sebagai tokoh reformasi Indonesia.
Pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto akhirnya mengundurkan diri. Dengan mundurnya Soeharto, kepemimpinan negara beralih ke BJ Habibie yang saat itu menjadi wakil Soeharto.
Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga partai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati.
Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Gus Dur menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.
Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.
Gus Dur Terpilih Menjadi Presiden RI ke 4
Presiden Abdurrahman Wahid |
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketuaDewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Turunnya Gus Dur Dari Kursi Kepresidenan
Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.
Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Namun dekret tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.
Meninggalnya Gus Dur
Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan stroke. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya.
Beliau meninggal dunia pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis(cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.
Gelar Yang Diterima Gus Dur
Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:
• Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
• Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
• Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
• Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)
Humor Gus Dur
Gus Dur adalah tokoh masyarakat dan satu-satunya Presiden RI yang sangat santai dalam menanggapi isu-isu yang ada di masyarakat ataupun negara bahkan pernyataannya sering membuat orang terpingkal. Berikut ini adalah beberapa humor Gus Dur yang akan membuat pembaca terpingkal-pingkal
1.MENYENGSARAKAN ANGGOTA DPR
SUATU hari di negara antah berantah, muncul suatu kebijakan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya di negara lain.
Kebijakan itu yakni, setiap orang yang berstatus wakil dinaikkan pangkatnya. Wakil presiden jadi presiden, wakil direktur menjadi direktur, wakil komandan menjadi komandan wakil gubernur menjadi gubernur, wakil RT menjadi ketua RT dan seterusnya. Yang penting dalam program ini tidak ada penggusuran posisi. Perkara ada posisi ganda, itu bisa diatur dalam pembagian tugasnya.
Masalah pembengkakan anggaran, semua ditanggung oleh negara. Sesudah mantap dengan rencana itu, diajukanlah program ini ke DPR untuk mendapatkan persetujuan mereka. Ternyata mereka menolak. Betul-betul menolak keras. Bahkan, ditolak mentah-mentah dengan sangat keras.
Alasannya, program ini menyengsarakan anggota DPR. Bayangkan, mereka akan berubah status dari wakil rakyat menjadi rakyat.
2. NYEBUT BANG…….. !
PENAMPILAN Gus Dur ketika memberikan pengantar pidato kenegaraan menyambut HUT ke-55 Kemerdekaan RI di Sidang Paripurna DPR Agustus 2000, jauh berbeda dibanding saat ia hadir di tempat yang sama untuk menjawab interpelasi DPR. Kali ini dia tampak tegang. Wajahnya agak cemberut.
Namun segala ketegangan akhirnya cair juga. Para anggota DPR malah beberapa kali dibuat terpingkal-pingkal oleh guyonannya.
Di tengah-tengah pidato tanpa teks itu, Gus Dur bercerita tentang seorang kondektur bus asal Sumatera Utara yang bergelantungan di pintu bus. Ketika bus melaju kencang, rupanya sopir bus tak tahu kalau sang kondektur terjatuh kesenggol bus lain. Sang kondektur pun jatuh tersungkur. Kepalanya langsung membentur jalan dan retak. Napasnya sudah Senin Kemis terputus-putus.
Saat itulah datang seorang Betawi yang mencoba menolong kondetktur yang sekarat itu.
“Bang nyebut bang, nyebut,” katanya sambil mendekatkan mulutnya ke telinga kanan kondektur itu.
Maksud orang Betawi ini, agar kondektur yang sekarat tadi menyebut kalimat Syahadat La ilaha ilallah, sebelum meninggal. Tapi karena kondektur tadi bukan orang Islam, dia mengaitkan permintaan nyebut tadi dengan profesinya.
Maka sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya, sang kondektur tadi sempat menyebut, “Blo..M-Depo….Blo M-Depo…”
3. JIHAD DAN JAHID
AMBON bergejolak. Kerusuhan belum juga reda setelah dua tahun berlangsung. Sebagian masyarakat pun berdemonstrasi di depan Istana Presiden.
Presiden kala itu dijabat oleh Gus Dur, yang telah wafat pada 30 Desember 2009.
Mereka dengan mengatasnamakan kepentingan umat Islam, meminta pemerintah segera menyelesaikan kasus Maluku, yang belum juga tampak tanda-tanda akan reda. Mereka mengancam, kalau pemerintah tidak tidak bisa bisa menyelesaikan kasus itu, mereka akan pergi berjihad ke kota di Indonesia Timur itu.
Melihat massa yang berdemonstrasi begitu banyak, di depan Istana pula, Gus Dur mempersilahkan wakil mereka untuk berdialog di dalam Istana.
Dalam dialog yang berlangsung, rupanya titik temu sulit tercapai. Bahkan sesekali terdengar suara keras dari luar ruangan tempat pembicara mereka. Rupanya demonstran bersikeras akan tetap berjihad ke Ambon.
Pertemuan yang hanya berlangsung beberapa menit itu, lantaran tegangnya suasana, akhirnya bubar tanpa kesepakatan apa-apa.
Dua hari kemudian, kepada sejumlah tamu yang berkunjung ke Istana. Presiden Gus Dur menceritakan peristiwa itu. Dia lalu menyatakan, pemerintah akan bertindak tegas.
“Saya tidak perduli,” tandas Gus Dur.
“Yang Kristen kek, yang Islam kek , kalau menggagu keamanan akan kita tindak. Mau jihad kek, mau jahid kek, kalau mengganggu akan ditangkap!”
Para tamunya hanya terngaga saja, tak sempat bertanya. Mestinya mereka boleh tanya, “Kalau jihad sih kita sudah paham. Tapi jahid itu apa artinya Gus?
4. TK ABDURRAHMAN WAHID
Setelah Gus Dur meninggal dunia, banyak pihak yang mengusulkan agar namanya diabadikan sebagai nama antara lain pada universitas, museum, nama jalan. Hal ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa-jasa mantan Presiden RI tersebut.
Misalnya Universitas Abdurrahman Wahid di Jakarta, Museum Gus Dur di Jombang, Jalan Abdurrahman Wahid di Surabya, serta Wahid Institute.
Maraknya perbincangan itu membuat pengurus LTMI PBNU Mukhlas teringat dengan humor Gus Dur waktu berkunjung ke Jombang.
Di tempat kelahirannya itu, kata Mukhlas, Gus Dur pernah bercerita bahwa nama kakeknya telah diabadikan menjadi nama universitas, yaitu Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng.
Sementara nama ayahnya telah diabadikan menjadi nama SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng dan SMP A. Wahid Hasyim. Nah berarti saya nanti cuma kebagian TK Abdurrahman Wahid, ujar Gus Dur, seperti ditirukan Mukhlas.
5. GUS DUR DAN MEGAWATI TERNYATA SAUDARA LHO….
DALAM dialog TVRI, yang dipandu Garin Nugroho dan Usi Karundeng, saat menjabat sebagai presiden, Gus Dur ditanya tentang hubungannya yang memburuk dengan Megawati. Gus Dur pun membantahnya.
Sebab, kata dia, dirinya dan Megawati masih kerabat cukup dekat. Loh ini benar-benar berita baru. Dari mana asal-usul hubungan kekerabatnnya itu?
“Lah Megawati itu kan anaknya Bung Karno,” jawab Gus Dur, tentu semua orang sudah tahu. “Lah Bung Karno itu siapa? Kan keturunan Raden Patah (Raja pertama kerajaan Islam Demak) Saya sendiri siapa? Saya ini keturunan adiknya Raden Patah,” imbuhnya.
Tentu saja pernyataan ini membuat pekerjaan besar para sejarahwan Indonesia, untuk mengecek kebenaran info dari Gus Dur itu. Yang jelas jajaran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri sungguh tak paham ihwal hubungan darah Gus Dur dan Megawati ini.
Seorang tokoh PKB, saat ditanya wartawan di Gedung DPR sambil mengangkat tangan mengaku, “Wah soal ini saya tidak tahu menahu,” dan buru-buru melangkah pergi, khawatir diminta penjelasan mengenai ketidaktahuannya itu.
6. JANGAN DIMASUKIN AKAL, TAPI MASUKIN KERTAS DONK…..
CERITA ini sudah lama, sewaktu Almarhum Gus Dur masih menjabat sebagai orang nomor satu di PBNU. Kantor PBNU waktu itu baru saja dilengkapi dengan mesin faksimili.
Hari itu, Arifin Junaidi (Wakil Sekjen PBNU kala itu) tengah memperagakan cara mengirim faksimili di depan Gus Dur. Di saat bersamaan mantan Presiden RI keempat ini kedatangan seorang rekannya. Mereka bertiga jadi memperhatikan mesin canggih itu.
“Loh ngirim tulisan pakai mesin ini apa bisa diterima persis di sana?” tanya rekan Gus Dur terheran-heran.
Arifin menjawab yakin, “Lah iya no!”
Setelah Arifin memfaksimili, tiba-tiba ada faks masuk. Mendengar bunyi dan masuknya faks itu membuat rekan Gus Dur semakin kagum saja.
“Wah mesin faks ini memang luar biasa, nggak masuk di akal ya,” komentar rekan Gus Dur itu sambil geleng-geleng kepala.
spontan Gus Dur langsung nyeletuk, “Ya jangan dimasukkin akal dong, dimasukin kertas to yo,” jawab ringan Gus Dur menggunakan dialek Jawa.
7. OOOOOOH….. INTERNET
Suatu kali ada Kiai Madura yang membanggakan pembangunan pesantrennya kepada Gus Dur.
“Wah.. pesantren saya sudah jadi. Lengkap, bangunannya luas, bertingkat.” Katanya dengan wajah bangga. “Kapan-kapan Gus Dur harus ke sana. Soalnya sudah lengkap dengan eternit!” tambahnya.
“Eternit?” tanya Gus Dur sambil berfikir, setiap bangunan kan memang perlu eternit.
“Payah moso enggak ngerti. Itu loh yang pakai komputer…!”
“Ohhh.. internet,” jawab Gus Dur bersama-sama beberapa orang yang hadir sambil tertawa.
PADA masa kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur pernah mampir ke rumah Pak Harto di Cendana. Gus Dur mengajak seorang yang disebut dengan “kiai kampung” dari Metro, Lampung Tengah.
Waktu itu bulan puasa.Setelah berbuka dan omong-omong seperlunya, Pak Harto nyeletuk, “Gus Dur dan Pak Kiai ini bakal sampai malam kan di sini?”“O tidak,” jawab Gus Dur. “Saya harus segera pergi, karena ada janji dengan Gus Joyo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi Pak Kiai ini biar tinggal di sini. Maksudnya buat ngimami (menjadi imam) salat taraweh, kan?”Pak Harto manggut-manggut.
“Tapi,” lanjut Gus Dur, “Sebelumnya perlu ada klarifikasi dulu?”
“Klarifikasi apa?” tanya Pak Harto.
“Harus jelas dulu, Tarawihnya mau pakai gaya NU? Kalau NU lama bagaimana, kalau NU baru bagaimana?” tanya Pak Harto makin heran.
“Loh apa ada macam-macam gaya NU? Kalau gaya NU lama, tarawihnya 23 rakaat. Gaya NU baru, diskon 60 persen (11 rakaat)!”
Pak Harto cuma ketawa, karena tidak terlalu paham. Dan Pak Kiai nyeletuk, “Iya, deh. Diskon 60 persen pun nggak apa-apa,”
Harap diketahui, “Tarawih diskon” menjadi 11 rakaat itu adalah gaya Muhammadiyah.Keluarga Pak Harto sendiri disebut orang “Hidup dengan cara Muhammadiyah, mati dengan cara NU”. Sebab, Pak Harto pernah mengaku bahwa dia semasa sekolah di Yogyakarta belajar di SMP Muhammadiyah (jadi “berakidah” Muhammadiyah).
Tapi ketika Bu Tien meninggal, rumahnya di Cendana sibuk dengan macam-macam tahlilan (tiga hari, tujuh hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya), yang merupakan trade mark NU.
Jadi kalau Gus Dur menawarkan “Tarawih diskon” 11 rakaat itu, Pak Harto dengan senang hati menerima saja. Itu artinya kembali ke “khittah”.
9. KEPUTUSAN RAPAT
Saat masih berada di bangku sekolah, Gus Dur memang terkenal sebagai anak yang usil bin jail.Pernah suatu kali dia berusaha mengerjai guru Bahasa Inggrisnya, dengan seember air, yang digantung di pintu kamar mandi di sekolahnya. Karuan saja, saat sang guru hendak membuka pintu, “Byuur!” basah kuyuplah sang guru asal Batak tersebut.Namun ketika sang guru bertanya, “Siapa yang punya ide untuk menaruh ember itu di situ?”Sambil menahan tawa Gus Dur menjawab, “Awalnya memang saya yang punya ide Bu. Tetapi kemudian sudah menjadi keputusan rapat.”
10. TAK JAWAB SMS, KARENA TULISANNYA JELEK
Suatu ketika Gus Dur membagi-bagikan handphone kepada sejumlah kiai NU. Tentu saja para kiai ini agak kikuk dengan teknologi telepon genggam itu.Karena merasa sejumlah kiai koleganya sudah mendapatkan handphone, Gus Dur pun dengan mudah menghubungi mereka lewat telepon genggam tersebut.
Pada satu kesempatan, Gus Dur meminta kepada asistennya untuk mengirimkan SMS ke salah seorang kiai. Namun, lama ditunggu, jawaban dari sang kiai tak kunjung didapat. Alhasil Gus Dur pun menelepon sang kiai.
“Pak kiai, kalau ada SMS dari umat mbok ya dijawab,” kata Gus Dur.Lantas dengan polosnya sang kiai menjawab, “Waduh Gus, saya nggak nulis di handphone ini, soalnya tulisan saya jelek.”
11. CERITA GUS DUR SOAL NAIK KERETA
Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian nekat untuk berpergian jauh menggunakan kereta api.
“Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?” ledek si dokter.
“Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget loh!” jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.
“Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?” tanya dokter.
“Oho.. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari pesawat,” kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 ini.
“Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api,” cecar sang dokter.
“Wah, Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih.. pasti bakalan jauh lebih cepat dari pesawat,” jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter
12. PENGALAMAN GUS DUR NAIK HAJI
Gus Dur seperti tidak pernah kehabisan cerita, khususnya yang bernada sindiran politik. Menurut dia, ada kejadian menarik di masa pemerintah Orde Baru.Suatu kali Presiden Soeharto berangkat ke Mekkah untuk berhaji. Karena yang pegi seorang persiden, tentu sejumlah menteri harus ikut mendampingi.
Salah satunya “peminta pertunjuk” yang paling rajin, Menteri Penerangan Harmoko.Setelah melewati beberapa ritual haji, rombongan Soeharto pun melaksanakan jumrah, yakni simbol untuk mengusir setan dengan cara melempar batu ke sebuah tiang mirip patung. Di sini lah muncul masalah, terutama bagi Harmoko.
Beberapa kali batu yang dilemparkannya selau berbalik menghantam jidatnya. “Wah kenapa jadi begini ya?” cerita Gus Dus menuturkan pernyataan Harmoko yang saat itu tampak gemetar karena takut.
Lalu Harmoko pindah posisi. Hasilnya sama saja, batu yang dilemparnya seperti ada yang melempar balik ke arah dirinya. Setelah tujuh kali lemparan hasilnya selalu sama, Harmoko pun menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari posisi presiden untuk “minta petunjuk”. Setelah ketemu, lalu dengan lega ia tergopoh-gopoh menghampiri Bapak Presiden.
Namun, sebelum sampai di hadapan Soeharto, ia turut mendengar bisikan “Hai manuia, sesama setan jangan saling lempar.”
hehehe.....Itulah Gus Dur. Selain sosoknya yang rendah hati dan soleh, beliau juga sangat humoris dan merakyat, SUATU PEMIMPIN YANG AMAT KAMI RINDUKAN. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.
Anda Pasti Juga Menyukai Artikel Berikut Ini :