Yohan (tengah) bersama Crew Genesis |
Apabila kebanyakan orang tua tidak mendukung anaknya berwirausaha semenjak lulus kuliah, namun tak begitu dengan Yohan Tirtawijaya. Sejak belia ia telah dilatih mendukung usaha orang tuanya. Pembelajaran etos kerja keras dan pantang menyerah sudah tertanam semenjak dirinya masih kecil. Ia sering membantu ayahnya mengelola toko grosir milik ayahnya.
Dari situlah Yohan –panggilan akrabnya- berkenalan dengan apa yang disebut wirausaha. Uniknya pengalaman kecilnya itu menuai ideologi baru, “Saya berketetapan tidak suka jualan karena hanya melakukan rutinitas yang membosankan dan kurang menantang.”
Karena itulah saat lulus SMA dirinya tertantang untuk mempelajari hal baru. Waktu itu ia sedang melihat film Richard Gere yang memerankan seorang arsitek yang lagi mempresentasikan sebuah maket. Yohan begitu terkesima dengan akting Richard sebagai arsitek. Dari situlah akhirnya Yohan memutuskan untuk mengambik jurusan arsitektur di ITB.
Bayangannya arsitek itu begitu menantang karena harus selalu berfikir hal baru dan desain baru setiap ada proyek. Namunternyata jalan hidup tak sellau mulus. Tahun 1998 terjadilah krismon yang membuat bisnis perumahan seret. Tenaga arsitek pun terkena imbasnya dengan sepi proyek. Bahkan teman Yohan yang lulus pun akhirnya menerima segala pekerjaan asal tak menganggur walau itu sangat menyimpang dari disiplin ilmu arsitek yang dipelajarinya.
Beruntunglah Yohan direkrut di perusahaan Asing yang saat sedang menangani proyek hotel Chedi. Selama setahun ai pun terlibat dalam design development hotel tersebut di Hang Zhou, Cina. Baginya ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Bekerja dalam tim yang dikepalai oleh arsitek senior asal Yugoslavia dan Perancis mmebuatnya mengenal proses produksi sebuah kantor konsultan arsitek.
Merasa sudah memperoleh bekal pengalaman, Yohan memberanikan diri membuka biro konsultan arsitek sendiri. Ia memenangkan sayembara gereja GKI Anugrah di Jalan Protokol Bandung. Pad pandangannya inilah proyek pertama yang bisa dijadikan momentum awal usahanya. Bermodalkan proyek ini, sisa gaji bulan terakhir dijadikan modal usaha. “Uangnya tak lebih dari sejuta, tapi saya bertekad bulat mengakuisisi garasi orangtua sebagai kantor kerja saya,” katanya. Itulah asal mulanya ia mendirikan biro konsultan arsitek, Genesis Architechs.
Ternyata tekad saja tak cukup. Dlam setahun ia hanya menerima proyek desain rumah tinggal yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Memang saat itu ia belum punya marketing plan, finansial maupun pengembangan usaha. “Dalam bayangan saya, proyek akan datang dengan sendirinya, wah ternyata itu hanya mimpi di siang bolong,” katanya.
Dengan kondisi yang tidak maju-maju dan hampir putus asa, ia akhirnya tergiur dengan cerita teman-temannya yang bekerja di Singapura dan pulang dengan membawa dolar segebok yang saat itu nilainya semakin berharga ketimbang rupiah.
Akhirnya Yohan nekat hijrah ke Singapura. Padahal waktu itu belum ada gambaran ia bakal bekerja dimana. Sesampainya disana, ia melamar door to door dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Akhirnya ia diterima bekerja di sebuah konsultan lokal ACI Architech.
Saat itu barulah Yohan merasakan senangnya hidup mapan dengan menjadi asisten arsitek. Nmaun ia tetap memiliki biro arsitek sendiri.
Pengalaman setahun di Singapura membuka matanya bahwa Indonesia ternyata lebih berpeluang dalam bisnis ini. Berbekal hobi dan keterampilan mendesain saja ternyata tidak cukup untuk bisa mmebuka bisnis konsultan arsitek namun juga hatus dibekali dengan cerdas menjaring klien.
Godaan terus saja datang. Di awal membangun usaha, Yohan sering hanya menerima uang pas-pasan karena ia lebih memprioritaskan untuk mmebayar karyawan. Melihat teman-temannya yang sudah mapan dan memilih untuk menjadi karyawan terkadang membuat Yohan berpikir ulang, apakah jalan yang ditempuhnya sudah benar. Namun ia kemudian terus menguatkan tekad bahwa brand Genesis yang sudah dikibarkannya harus terus maju.
Mulailah ia melakukan pengembangan usaha dengan mmebuat sendiri produksi pesanan mebel dan konstruksi bangunan. Dari tiga divisi usaha yang dikembangkannya yaitu arsitek, interior, konstruksi semuanya dipegang oleh orang yang kompeten.
Namun seperti pengalaman sang ayah yang juga jatuh bangun, Yohan juga mengalami hal serupa. Pernah ia menerima pesanan furnitur rumah dengna total nilai proyek ratusan juta rupiah. Karena belum pengalaman, proyek tersebut akhirnya selesai dalam waktu setahun yang ketika itu harga barang sudah naik. Kesempatan berkembang berubah jadi kekecewaan karena konsumen juga tak puas dengan lama pengerjaan dan kualitas pengiriman.
Iapun sadar bahwa diirnya harus terus menuntut ilmu. Yohan akhirnya melanjutkan studi S2 di Prasetya Mulya Bussiness School setiap malam , targetnya adalah melengkapi ilmu dasar arsiteknya dengan kemampuan manajemen bisnis yang memadai.
Dari benuh yang ditabur, Yohan pun memanen hasil. Dari berbisnis dengan ilmu seadanya yang terus ia sempurnakan, Genesis yang merupakan bendera bisnisnya akhirnya berhasil melebarkan sayap ke luar Bandung. Proyek yang dikerjakan pun meluas ke Palembang, Jabodetabek, Medan, Batam hingga Balikpapan, bahkan HongKong dan Malaysia.
Walau semakin maju usahanya namun Yohan tak lantas berpuas diri. Ia menilai kesuksesan adalah seprti anak tangga. Jika sudah berhasil menaiki satu maka jangan lupa masih ada anak tangga lainnya yang juga harus dinaiki.
Biodata
Nama : Yohan Tirtawijaya
TTL : Bandung, 17 November 1976
Pendidikan
2005 S2 Prasetya Mulya Bussiness School Jakarta
1998 S1 ITB Jurusan Teknik Arsitektur
Nama Usaha
Konsultan Arsitektur CV. Genesis Plus
Penghargaan
2008 Finalis Wirausaha Muda Mandiri
2008 Pemenang Sayembara Gereja GKI Anugrah Bandung
2008 10 Desain terbaik lomba desain dapur Gramedia